Neobux

Sunday, May 21, 2006

eksistensi

Hari Minggu ini akhirnya saya sempat juga beli koran. Ketika saya membuka kolom sastra, ternyata ada kawan lama yang sebenarnya baru pernah ketemu satu kali, waktu itu setelah acara pembacaan puisi di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Wah..selamat ya, karya nya masuk di koran nasional. Saya memandang ini satu bentuk penghargaan atas eksistensi teman saya di sastra khususnya puisi.

Tentu saja saya salut karena dari sekian banyak teman yang saya kenal yang bergiat di (terutama) ranah sastra, sedikit yang menggelutinya dengan serius dan akhirnya membuahkan hasil nyata. Selebihnya, selepas kuliah kebanyakan sibuk mencari kerja, dan (mungkin) tidak sempat untuk bersastra ria. <-- seperti saya (apology... hehe)

Ngomong soal eksistensi, saya jadi berpikir tentang diri sendiri. Bukan soal sastra, tetapi soal memilih pekerjaan dan bergabung dengan satu perusahaan dan eksis disana. Sejak lepas kuliah tiga tahun lalu, setiap tahunnya saya berganti pekerjaan. Meloncat dari sana ke sini, mencari pengharapan dan impian bernama karir. Pekerjaan satu ke pekerjaan lain selalu berbeda bidang dan posisi saya juga berubah ubah.

Awal kuliah bekerja (dan belajar) sebagai designer grafis, pindah ke dunia manufacturing di bidang otomotive, beralih ke teknisi server, loncat lagi jadi analis kredit, dan sebentar lagi akan keluar untuk pindah di bagian marketing sebuah PMA. Wah... jangan bingung ya. Soalnya saya sendiri juga bingung. Dari sekian pekerjaan itu, tidak ada yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang saya ambil semasa kuliah.

Kenapa pindah? Alasan paling umum : gaji dan karir. Ada yang gajinya lumayan, karirnya mentok, ada yang berpeluang karir, gajinya kere. Duhh...
Apa yang akan dimasuki sekarang memberikan peluang keduanya? entah, saya belum tahu. Pekerjaan yang akan saya masuki ini benar-benar baru. Bertemu dengan orang-orang baru, terusterang membuat saya stress, tapi sampai saat ini saya masih terus berusaha untuk bertahan dan memaksakan diri. Toh saya pikir ini tidak jelek untuk dijalani.

Eksistensi.
Lalu kapan dan dimana saya bisa eksis? Pekerjaan baru membuat saya harus memulai dari nol.

Anyway, saya coba easy going saja. Perkara duit, karir, dan penghidupan saya kedepannya pasrah saja. Percaya Tuhan selalu cukupkan dan tidak akan pernah memberi beban lebih berat dari yang bisa ditanggung manusia.
amin.

Saturday, May 13, 2006

tuuut....tuuut...

Aduh, itu bukan suara kentut. Bukan juga suara lokomotif kereta. Tapi saya ingin cerita soal betapa para penyedia jaringan telepon selular sekarang berlomba-lomba mencari untung dengan mengganti nada tunggu konvensional yang terdengar tuuut...tuuut.. itu dengan lagu lagu kesukaan. Mereka kasih istilah juga macam-macam.

Dulu, pertama kali saya menelepon teman yang memakai layanan itu, sempat kaget juga. Khawatirnya masuk voice mailbox. Eh ternyata itu nada tunggu. hikz.

Sepertinya bagi para penyedia layanan jaringan telepon itu, bisnis nada tunggu memang sangat menuai untung. Buktinya, mereka gencar sekali melakukan promosi. Dengan banner; iklan di majalah, koran, tabloid; iklan di televisi; spanduk, baliho; dan bla bla lainnya yang saya tidak sempat meriset satu persatu. Berapa biaya untuk promosi besar-besaran seperti itu? Dan tentu saja, membayar para konsultan iklan yang dari hasil kerja mereka, kita para pengguna telepon selular pun termakan bujuk rayuan.

Hasil pengamatan yang saya lakukan sekilas, ada beberapa alasan orang menggunakan layanan mengganti nada tunggu konvensional dengan lagu kesukaan:
1. Suka mengikuti perkembangan teknologi
2. Bosan mendengar nada tunggu konvensional yang biasa terdengar, jadi tidak ingin orang lain yang menelepon dia juga ikut-ikutan bosan
3. Iseng saja ikutan trend terkini
4. Awalnya males ikut-ikutan, tapi ternyata ada lagu kesukaan yang terpilih jadi nada tunggu
5. ......
6. ......

Nomor 5 dan 6 silahkan diisi ^_^.

Konyolnya, satu waktu di perjalanan dari Semarang, orang di sebelah saya mendapat missed call dari adiknya, yang ternyata hanya ingin mendengar lagu yang jadi nada tunggu. Wah... indikasinya, lama-lama orang menghubungi telepon selular teman atau siapapun itu, hanya untuk mendengar lagu. Seperti request di radio saja.

Lama-lama, saya jadi ikutan tertarik pakai layanan nada tunggu itu. Sayangnya kok tidak ada lagu yang lumayan pas ya? <-- wahahahha... ikutan kena rayuan iklan!