Sunday, November 14, 2004
Lebaran
Ini malam lebaran.
Dari delapan penjuru mata angin tersiar kabar tentang kedamaian. Tentang niatan untuk saling memaafkan satu sama lain. Kabar berkumpulnya keluarga kerabat dan teman-teman yang telah berpencar mencari mutiara-mutiara penghias hidup di setiap pelosok.
Ini malam aku masih saja memutar layar ingatan tentang setahun lalu, dua tahun lalu, bertahun-tahun lalu. Dimanakah setiap malam lebaran yang kualami? Inilah penghitungan mundur: Puncak gunung Lawu. Termangu dengan mata kuyu menatap rangkaian mukena putih bersih yang berjajar di alun-alun. Terdiam dalam kekagetan saat menyadari betapa matahari telah naik lebih dari sepenggalah, dan corong Masjid tak lagi mengumandangkan nama agung NYA.
kelebat...
Bergetar saat turut dalam arus alunan takbir tak lagi menjadi bagian dari setiap detik yang terjalani. Lebaran tak lagi mengetuk pintu rumahku.
dan waktu terus saja bergerak. Tanpa pernah ada yang tahu kemana arahnya.
Aku, disini, diam.
Mengunyah cokelat yang tiba-tiba saja ada di hadapan. Dan berharap memang benar itu cokelat memang bagianku saat ini. Cokelat yang terproduksi di Andalas sana berpuluh-puluh tahun lalu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment