Neobux

Sunday, March 28, 2004

Telepon genggam

     Aku telah tertidur setidaknya satu jam saat telepon genggam berbunyi. Saat kuterima, terdengar suara yang begitu bersemangat. Suara di seberang mengajakku mengobrol panjang lebar tentang banyak hal. Mataku masih tertutup waktu aku merespon kata-katanya. Pekerjaan begitu menguras tenaga, dan aku merasa sangat lelah. Istirahat baru satu jam, dan telepon berbunyi. Bisa saja aku menutup telepon dan mengatakan aku harus segera tidur lagi, tapi aku rikuh mengatakannya.
Sepuluh menit kemudian, baru ia menyelesaikan obrolannya dan menutup telepon. Kantukku sudah benar-benar hilang. Sembari menyalakan rokok, aku berpikir banyak hal, berharap akan bisa segera tidur lagi.
Sejak saat itu, aku selalu mematikan telepon genggam sesaat sebelum aku tidur.
     Teknologi semakin maju membuat jarak dan waktu yang terasa menjadi kendala dalam interaksi manusia menjadi semakin menipis. Sangat tipis hingga seperti tak ada lagi masalah. Harga yang harus dibayar untuk itu adalah bahwa privacy individu menjadi terganggu. Dimanapun dan kapanpun orang-orang bisa terus saling berhubungan. Orang-orang saling menelepon, menanyakan berbagai hal dan saling membagi informasi. Sayangnya dengan telepon genggam, orang-orang yang menelepon itu seringkali tidak tahu apakah itu memang waktu yang tepat untuk menelepon. Lagipula, usaha sopan dengan menanyakannya apakah itu si penerima telepon sedang bersedia di telepon pun sebenarnya sia-sia saja. Bagaimanapun si penerima telepon telah mengangkat teleponnya, dan tentu saja, ia sudah terganggu.
     Lucunya sebagian orang tidak menyadari hal itu, bahwa teknologi telepon genggam telah mengurangi privacy individunya. Bahkan sebagian orang itu merasa begitu perlu untuk membawa telepon genggam kemanapun dan kapanpun. Sepertinya ia akan mati kalau alat komunikasi itu tidak berada di tangan barang satu menit saja.



     Kompas, Minggu 7 Des 2003, Kolom Asal Usul
tulisan Ariel Heryanto
............................
Bahasa tidak cuma menunjukkan bangsa, Ia juga bersaksi atas perubahan sejarah.
Dimanapun di dunia, ada pertanyaan basa-basi yang pernah 'universal' yakni 'Anda dari mana?'. Pertanyaan ini mengungkapkan kegagapan masyarakat abad ke-20 menghadapi gempuran globalisasi. Pertanyaan itu mengasumsikan ada kaitan erat antara identitas orang dan sebuah lokasi geografi. Seakan-akan di tempat A, semuar orang lebih kurang punya identitas A. Bajunya, bahasanya, seninya, makanannya, wataknya, semuanya serba A. Pemikiran seperti ini pernah menjadi dasar bangkitnya rasialisme. Juga dasar bagi bangkitnya konsep "bumi putra", "pribumi" dan "putra daerah" selain
"Asian Values".
......................
Globalisasi memungkinkan atau mengharuskan semakin banyak orang berpindah tempat dalam gelombang besar..........................

pertanyaan "kamu dari mana?" jadi kadaluwarsa. Sebagai gantinya "kamu di mana?" menjadi norma baru yang mendunia.
.......................
Bagi generasi internet dan SMS, "kamu di mana?" merupakan pertanyaan pembuka yang wajib dan rutin. Posisi geografis pemilik sebuah alamat e-mail atau nomor telepon tidak lagi tetap dan tidak selalu mudah ditebak. Sebuah percakapan hanya dilanjutkan hanya setelah posisi "di mana" menjadi jelas. Dan kisah berikutnya sangat ditentukan oleh faktor "di mana" tadi. Faktor "dari mana" menjadi tidak penting lagi.

Saturday, March 27, 2004

Pemilu


     Pemilu 2004 sudah begitu dekat. Kira-kira anda akan pilih partai mana? Semuanya menawarkan program plus embel-embel yang aku rasa hanya bullshit saja. Semuanya mengeluarkan suara-suara merdu dan menebarkan bau wangi dimana-mana. Bau wangi yang akan segera tergantikan oleh bau busuk. Sangat busuk!.
Apriori? Ya mungkin saja aku apriori. Tapi coba buka sejarah pemilihan umum di Indonesia. Pernahkah yang benar-benar demokratis dan memang lebih bertujuan ke kepentingan umum, bukan mendahulukan kepentingan golongan (partai)?


     Apakah anda akan memilih partai yang jelas-jelas mengandalkan 'hebatnya' hegemony Soeharto dan orde baru nya? Atau anda akan memilih partai yang sungguh nyata di depan mata kalau pimpinan paling atasnya sudah menjadi terdakwa dan nyata-nyata seharusnya mendekam di bui karena korupsi dan berbagai penyelewengan kekuasaan? Atau anda akan memilih partai yang sama sekali tidak belajar dari kepahitan masa lalunya dengan membiarkan para penjahat yang telah membunuhi para kader partai nya di Sekretariat mereka pada tahun 1997 lalu melenggang bebas tanpa ada usaha untuk memprosesnya secara hukum? Atau anda akan memilih partai yang meski berbeda dengan partai yang aku sebut pertama tadi, tapi sama-sama hanya berlindung di bawah kebesaran nama keluarga?
     Apakah memang benar-benar ada partai politik peserta pemilu 2004 Indonesia yang memang berkeinginan penuh dan mempunyai political will (bukan hanya lip service belaka) untuk memperjuangkan pemulihan kondisi Indonesia? Apakah memang benar-benar ada partai politik peserta Pemilu 2004 Indonesia yang mendahulukan kepentingan rakyat Indonesia daripada kepentingan golongan partainya? Apakah memang benar-benar ada partai politik yang mampu menahan tekanan baik dari dalam maupun dari luar partai untuk terus bertahan dengan visi dan misi partai untuk memperbaiki keadaan Indonesia?


     Konspirasi, koalisi, kolaborasi, permainan politik tingkat tinggi, bermain aman agar kedudukannya tidak bergoyang terlalu keras; seperti itukah perpolitikan Indonesia pasca runtuhnya rezim Soeharto?


     Baiklah, yang terang, Pemilu 2004 hanya berjarak beberapa kali putaran bumi saja. Apakah anda akan menggunakan hak suara anda dengan baik dan memilih partai yang anda pikir tepat untuk didukung?
Jika ya, selamat! Anda menjadi warga negara yang baik.
Jika tidak, selamat! Anda berani untuk berkata tidak kepada siapapun.


Terlepas dari apakah anda memilih atau tidak, aku yakin anda pun terus mengintip setiap perkembangan berita soal Pemilu 2004 di tv dan/atau membaca di koran/tabloid/majalah/bulletin/selebaran gelap.
     Ayo tebakan, partai mana yang akan menang?

Monday, March 01, 2004

Campaign

Ada foto seorang perempuan berkerudung. Wajahnya biasa saja. Dan memang sepertinya foto itu di scan ala kadarnya, tanpa usaha untuk menjadikannya lebih jernih, lebih bagus. Di bawah foto itu, ada tulisannya:

Hj. Nani Djauhari
Ketua Pemberdayaan Perempuan
DPD Partai Amanat Nasional Bekasi
Caleg no urut 1 Bekasi wilayang cikarang barat dan cibitung

Trus, disampingnya, tertulis dengan huruf besar:

MOHON DOA RESTU DAN DUKUNGAN
DARI MASYAKARAT CIBITUNG DAN CIKARANG BARAT
UNTUK MENCOBLOS TANDA GAMBAR PARTAI AMANAT NASIONAL
DAN HJ. NANI DJAUHARI


Tulisan dan foto itu menjadi stiker dan tertempel di beberapa angkutan umum di daerah cikarang.
Apakah itu salah satu bentuk pelanggaran UU Pemilu dalam hal pencurian start kampanye?
kalau memang iya, kemana harus melaporkannya? CETRO ? PEMILU Watch? atau kemana? Lalu sebenarnya, bagaimana prosesnya?

Misalpun memang pelanggaran itu dilaporkan? apa yang akan terjadi? Apakah Hj. Nani Djauhari itu akan mengalami sedikit masalah untuk berhasil menjadi anggota legislatif di DPRD Bekasi? Atau sebenarnya tidak akan terjadi apa-apa? Yah setidaknya, sebenarnya Hj. Nani Djauhari itu sama sekali tidak memedulikan soal pelanggaran itu, tapi lebih sibuk untuk kontak sana-kontak sini dalam rangka suksesi dia? Dan memang pelanggaran itu sama sekali bukan apa-apa.

Pemilu sebentar lagi akan berlangsung, perhelatan atas nama demokrasi kembali ramai. Sebagian besar orang Indonesia mungkin memang amat sibuk dengan itu, tapi sebagian lainnya, yang aku yakin cukup banyak, memilih untuk bersantai, lebih menikmatinya dengan hanya menonton keramaian persiapan pemilu dan kampanye tanpa harus ikut repot-repot bergabung dan kelak ikut masuk ke dalam bilik suara, dan mencoblos surat suara yang bermasalah itu, dan memasukkannya ke dalam kotak suara yang juga bermasalah itu. Beberapa orang yang bersantai itu, mengatakan dirinya masuk ke golput (golongan putih?)
tapi apakah memang yang putih itu putih?
dan aku termasuk di dalamnya.

Negeri Mendung

Bogor yang menyenangkan. Suasananya terasa melankolis. Mendung yang terlihat sejak bis masih melewati tol jagorawi seperti ekor si midas, serigala licik di cerita kartun.Sangat kontras dengan langit jakarta yang waktu itu begitu biru cerah.

Tiba-tiba begitu banyak hal yang terpikirkan, sayang ini bukan waktu yang tepat untuk menuliskannya.

Yah... Sukabumi.... aku menjejak tanahmu!