Sekarang, setiap kali ada kesempatan keluar dari kantor terutama menjelang sore, aku selalu berharap hujan akan turun.
Seperti tadi sore, sembari menyusuri kali Serayu, air mulai menetes satu satu di kaca mobil. Aku tersenyum girang.
This what I'm waiting for... kataku dalam hati. jalanan tak begitu ramai. Pak Tris yang jadi sopir memacu kendaraan tak begitu kencang.
"sambil menunggu jam pulang kantor" katanya.
Lalu, air semakin banyak turun..hujan semakin deras. Jendela sengaja kubuka sedikit biar air ada yang jatuh ke atas kepalaku. Menciptakan 'salju' lembut di helai rambut. Dan bau tanah basah masuk ke dalam mobil. Aku menghirupnya dalam dalam.
"Aku suka hujan" kataku tiba-tiba.
Pak Tris diam saja. Aku tak tahu apakah dia dengar kalimatku tadi atau tidak.
"Wah.. lihat pak.. bukitnya gundul banget."
"Oh.. iya.. hahaha... tuh, orang-orang diatas keliatan jelas banget" Pandangannya terarah ke para petani yang sedang bergegas diatas sana.
"coba kalau hujan deras nya bikin longsor ya..mengerikan banget!" kata Pak Tris.
"Iya." jawabku pendek. Kami membuat satu perumpamaan yang mengerikan.
Jika itu memang terjadi, siapa menyalahkan siapa?
Bukit gundul.. pohon sudah habis ditebang berganti dengan sawah tegalan. Bisa jadi, orang-orang kemudian akan menyalahkan pemerintah karena tidak becus dengan urusan reboisasi. Orang-orang seperti tidak sadar bahaya yang setiap saat mengancam mereka.
Itu urusannya bisa panjang, ribet, dan cuma jadi polemik sesaat. Lalu akan lenyap tertimpa pemberitaan tentang kasus lain nya yang lebih update di koran-koran.
Aku memilih diam saja. Membuang jauh-jauh pikiran buruk. Lebih baik memandang hujan dan merasakan lembabnya udara.
No comments:
Post a Comment