Friday, February 03, 2006
My Cheese has moved !!
Beberapa hari kemarin aku baca buku Who Moved My Cheese. Bagus juga bukunya. Aku dapat referensi buku itu dari teman, dan akan mereferensikannya ke beberapa teman yang lain.
Kemarin, ada teman yang tiba-tiba saja datang, dengan wajah lumayan kusut dia cerita kalau sedang ada masalah dengan pacarnya. Temanku ini kerja di Purwokerto, dan pacarnya kerja di Jakarta.
"Ternyata pacaran jarak jauh sama pacaran jarak dekat sama-sama pusing nya ya.." katanya.
Aku cuma ketawa. "Itu tergantung bagaimana menyikapi masalah yang muncul boss,.."
Akhirnya dia cerita panjang lebar soal bagaimana selama ini dia menjalin komunikasi dengan pacarnya. Modal terjalinnya komunikasi hanya lewat telepon dan SMS. Dia, temanku ini, merasa butuh untuk mengirim SMS ke pacarnya setiap hari setidaknya satu. Seringkali memang lebih dari satu. Pulsa telepon seluler nya praktis habis hanya untuk menjalin komunikasi dengan pacarnya itu. Isi SMS itu bisa macam-macam. Cerita tentang dia melakukan apa saja sepanjang hari, atau sekadar bertanya: 'Sudah makan?' 'Sudah mandi?'.. yaah begitu lah, pertanyaan umum. Dan pacarnya yang di Jakarta ini pun melakukan hal yang sama. Berkomunikasi lewat SMS menjadi kebutuhan, bahkan kemudian bergeser menjadi (seperti) sebuah kewajiban. Kalau tidak SMS, berarti (seperti) ada apa-apa. (seperti) Telah terjadi sesuatu.
Lalu masalah muncul karena kemudian masing-masing pihak mulai disibukkan dengan pekerjaan. Kadang situasi hati yang sedang bad mood pun memicu pertengkaran kecil. Untungnya masih bisa teratasi. Hingga akhirnya kemarin tiba-tiba pacarnya telepon dan mengatakan bahwa dia BOSAN. Wah...
Aku tanya "bosan kenapa?"
"katanya sih dia mulai bosan karena merasa terbebani dengan harus membalas SMS, harus memberikan report begitu sampai di rumah sepulang kerja." Muka nya kecut ketika bicara.
"Lho...apa kamu memang mewajibkan dia untuk mesti ngirim SMS?"
"Ya nggak juga. Dulu malah dia yang marah waktu aku nggak kirim satu SMS pun dalam sehari. Sekarang kan aku cuma ngikutin 'gaya' dia. Kok sekarang malah dia yang protes. Ffhh.. perempuan memang susah dipahami ya?!"
Wah.. terang aku langsung ketawa terbahak-bahak. Klasik banget pernyataan terakhirnya itu. Aku yakin, si perempuan --pacarnya itu-- juga bilang, Lelaki susah dipahami!
Lalu setelah aku lihat dia sedikit mereda, aku mulai berkomentar dengan menyadur inti cerita yang ada di Who Moved My Cheese itu.
"Your Cheese has moved!" aku bilang.
Cheese yang kumaksudkan adalah kenikmatan, kebahagiaan.
"Berhentilah mengeluh. Lebih baik berpikir bagaimana mengatasi kebosanan dia tanpa menjadikan segalanya lebih buruk. Kamu gak pengin pacaranmu berakhir cuma segini kan? Sepertinya kalian juga terjebak dengan kenyataan semu, bahwa modal kalian berkomunikasi saat ini cuma lewat SMS. Padahal cinta itu urusan hati, bukan teknologi. SMS, telepon, email, dan sebagainya itu kan cuma media. Kenapa kalian malah meributkan medianya, bukan beritanya? berkomunikasilah dengan hati boss..!
"Cheese mu itu adalah kebiasaan kalian untuk berkomunikasi lewat SMS, dan kalian merasa nyaman dengan kondisi itu. Kalau sekarang Cheese nya tidak ada di tempat biasanya, bukan berarti kalian berhenti untuk mulai mencari Cheese berikutnya. Bersiaplah untuk selalu menghadapi persoalan yang datang tanpa menjadi putus asa.
"Atau...kamu sempat berpikir untuk mengakhiri hubungan kalian?" Aku mencoba menebak.
"Nggak !!! Tidak sama sekali.." jawabnya keras, hampir berteriak.
"hehehe... kalem.... aku kan cuma tanya. Gak usah jadi emosi gitu."
... bla bla bla ...
nah nah.. aku mulai menjadi advisor lagi.
Beberapa menit setelahnya, aku menepuk bahunya dengan hangat lalu memandang punggungnya menjauh dari pintu kamar.
Mendadak kedua mataku terasa begitu panas.
My Cheese has also moved. kataku lirih
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment