Aku mencoba melihat apa yang tak terlihat, membaca apa yang tersirat pada sekian banyak kata-kata yang muncul mencuat di layar bening berkedip, membawa bayanganmu, menyusunnya lewat serat dan menghadirkanmu dalam bentuk yang selalu saja tak pernah bisa terusung dengan sempurna dihadapanku. Terciptalah asa dan impian yang meski semu adalah menjadi indah untuk direbahkan diatas busa kasur sebagai teman saat mata terpejam.
Lembar demi lembar yang dihasilkan telah kususun menjadi sebuah buku bertumpukan dengan Jean-Paul Sartre, James Redfield, Franz Kafka, Michael Foucault, Plato, Socrates, Dorothe Rosa Herliany, dan Seno Gumira Ajidarma. Buku itu pula sama besar artinya dalam detik detik perjalananku karena kau memang telah pergi mengembara bersamaku menyongsong mentari pagi yang hangat diujung cakrawala dan mengambil potret seluruh senja jingga yang bertabur di bulir-bulir pasir yang tersapu air asin laut selatan;
dan katamu waktu itu, ‘Ini akan lebih indah bilia ada sebuah gitar untuk menyanyikan lagu cinta,’ Lalu aku bertanya, Lagu cinta milik siapa yang ingin kau dengarkan? The Beatless? Andy Williams? John Denver? Eric Clapton? Atau….lalu kuderetkan pada sepanjang pantai itu para nama penyanyi yang telah mengharumkan dunia melalui suaranya di Jazz hingga dangdut yang mendayu.
‘Terserah,’ matamu begitu sayu menatap buih yang hampir hilang jingganya.
‘Tapi bukankah kisah kita ada;ah sebuah lagu juga?’ kau masih saja tak menatap wajahku yang penuh harap terbelai gerai rambutmu. ‘Lalu mengapa kau bersusah payah mengaduk ingatanmu demi sebuah jiplakan?petiklah gitar itu dann nyanyikan untukku lagu cinta milik kita.
Aku terdiam. Maka berkumandanglah lagu kebisuan, lagu tanpa nada tanpa lirik, karena memang cintaku padanya hanyalah sebuah kebisuan.
Percintaan kami, aku dan dia, adalah pertarungan kata-kata yang menjadi raja pada kegelapan dan berjeda saat matahari menaklukkan. Jual beli kemarahan dan kegembiraan tak pernah terjadi lama, setidaknya selalu kurang dari seperempat waku penamaan manusia, bukankah itu yang diajarkan agama???
Semuanya berlangsung begitu lama, sangat lama hingga kebosanan mencuat. Kegembiraan mendorong kami mendobrak batas fatamorgana memaksaa jarum jam berputar lebih lama. Kegembiraan memberi kekuatan untuk kami melawan terik matahari, menyelimuti tubuh dengan jubah yang jauh lebih tebal ketimbang yang telah ada agar kulit dan daging tak lekas terkelupas dan gosong.
No comments:
Post a Comment