Neobux

Saturday, January 03, 2004

Surat dari Teman

seorang teman menulis dari dunianya yang masih penuh gemerlap. Aku merindukannya

Perempuan itu memburuku, dia mencariku sampai ke lubang hitam kehidupan. Matanya begitu tajam seperti mata kelelawar dimalam hari dengan keunggulan infra merahnya. Penciumannya seperti harimau kelaparan memburu mangsa. Gerakkannya seperti ular sawah yang menujijikan dan bau. Aku meninggalkannya, dalam akhir tahun yang buta. Aku tak memperdulikannya!

Seorang sahabat setia teronggok dalam tong sampah kapitalisme. Mengerang, menahan bau busuk dan gigitan serangga yang membunuh dengan pelan. Dia, tetap dia! Dan itu pasti! Meskipun telah mengunyam dengan tergesa-gesa pelajaran semantik. "Bahwa aku bukanlah aku".

Aku baca suratnya, lewat e-mail ini, dihari ketiga tahun 2004. Saat rembulan tampak separuh dengan cahaya kekuningan. Membaca suratnya membantuku mengaduk kenyataan yang ada dalam gagasanku. Dia mengatakan padaku, bahwa aku begitu mengingatkannya akan sesuatu hal. "Pengendalian diri!" itu yang di tulisnya. Kata itu membuatku seperti seorang petinju yang mendapat jotosan balasan tepat dirahang yang membuat terjatuh dan berfikir.

Bagaimana aku menggambarkan kerinduannya, akan kasur kumal, buku-buku berserakan, baju kotor yang teronggok disudut ruangan dan segunduk kenangan yang sudah menjadi sampah. Mungkinkah terulang, sedangkan waktu berjalan pelan menuju kematian?

Dia gunakan ajian pamungkas warisan kakek moyang, "Ilmu RagaSukma". Mungkin, yah mungkin ilmu itu yang menyeretku untuk menulis balasan suratnya, merindukan segala sesuatunya dan mungkin karena ilmu itu yang selalu saja membuat telingaku berdenging "....nging".

Setiap telinga berdenging, aku selalu mengaharap ada kebaikan. "Pengendalian diri" itulah kebaikan dari segala kebaikan. Yang tercantum dalam hukum-hukum Tuhan, tersurat dalam kitab-kitab lima agama, mengganggu para filsuf dari jaman ionia sampai sekarang. Menjadi pencarian segala manusia. Dan dia, mengingatkanku akan hal itu.

Berhentilah bertanya pada waktu, karena waktu sebenarnya tidak tahu apa-apa.


"Do, ndi bokepe?"
"Bentar Don, aku kirim e-mail dulu".